Minggu, 21 Maret 2010

Diabetus Melitus

DIABETES MELITUS

A. Definisi
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah :
1. Tipe I : Diabetes melitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes melitus/IDDM)
2. Tipe II : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non insulin dependent diabetes mellitus/NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
4. Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes melitus/GDM)

B. Etiologi
1. Diabetes tipe I
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
Faktor-faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu kecenderungan atau predisposisi genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA(human leucocyt antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLLA tersebut.
Faktor-faktor imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi pada jaringan tersebut yang dianggapnnya seolah-olah jaringan asing.
Faktor-faktor ;lingkungan. Adanya faktor eksternal yang dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes tipe II
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus II. Faktor-faktor ini adalah :
o Usia resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
o Obesitas
o Riwayat keluarga
o Kelompok etnik

C. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

D. Manifestasi Klinik
Gejala khas diabetes melitus adalah polifagi, polidipsi dan poliuria, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi pada pria serta pruritis vulva pada wanita. Selain itu juga terjadi peningkatan kadar gula darah yaitu kadar gula darah puasa lebih dari 120 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl.
E. Manifestasi klinik
Gejala khas diabetes melitus adalah polifagi, polidipsi dan poliuria, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi pada pria serta pruritis vulva pada wanita. Selain itu juga terjadi peningkatan kadar gula darah yaitu kadar gula darah puasa lebih dari 120 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl.
F. Komplikasi
1. Akut : hipoglikemia dan hiperglikemia
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
b. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
c. Neuropati saraf sensonik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus / gangren Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain

G. Pemeriksaan penunjang
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya diatas 120 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupaka kriteria diagnostik penyakit DM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarlah yang santun, terimakasih